7 Gangguan Mental yang Bisa Dipicu Media Sosial, Batasi Penggunaannya


Media sosial kini seakan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Hampir semua orang dari berbagai kalangan menggunakannya. Mulai dari anak-anak hingga orang tua. Namun beberapa studi mengatakan bahwa penggunaan media sosial bisa meningkatkan risiko seseorang terkena gangguan mental.

Dilansir dari laman Babe /IDNTimes.com remaja yang menghabiskan waktu lebih dari lima jam sehari di media sosial 71 persen lebih berpotensi untuk mengalami gangguan mental. Angka tersebut lebih besar dibandingkan remaja yang hanya mengakses media sosial satu jam dalam sehari.Terdapat beberapa jenis gangguan mental yang bisa dipicu oleh terlalu sering mengakses media sosial. Simak penjelasannya berikut ini!

1. Depresi

thenypost.files.com

Studi dari Journal of Social and Clinical Psychologymenunjukkan adanya keterkaitan antara media sosial dengan depresi dan kesendirian. Orang yang mengalami depresi akan merasakan kesedihan yang dalam dan tidak sebentar.

Depresi dapat muncul karena seseorang secara konstan membandingkan diri dengan orang lain di media sosial. Ini akan membuat orang tidak puas dengan hidupnya dan merasa gagal.

2. Fear of Missing Out (FOMO)

duluthnewstribune.com

Fear of Missing Out (FOMO) adalah kondisi di mana seseorang takut merasa tertinggal dari keramaian, dalam hal ini informasi yang ada di media sosial. FOMO membuat seseorang kecanduan mengakses Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, dan lainnya.

Penderita FOMO akan merasa cemas jika mereka tidak terhubung dengan media sosial walaupun hanya beberapa menit. Sayangnya kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa perilaku tersebut bukanlah hal yang wajar.

3. Borderline Personality Disorder (BPD)

scarymommy.com

Pernahkah kamu merasa ditinggalkan oleh teman saat melihat post Instagram mereka yang sedang hang outtanpamu? Ini adalah salah satu tanda dari Borderline Personality Disorder (BPD). Gangguan ini biasa dialami oleh para dewasa muda.

BPD adalah gangguan mental yang menyebabkan seseorang cemas dan merasa disisihkan oleh orang-orang di sekitarnya. Pada awalnya penderita BPD akan merasa kesal dan sedih. Namun jika dibiarkan berlarut-larut, ini akan mengganggu hubungannya dengan orang lain.

4. Social media anxiety disorder

brobible.com

Orang yang mengalami social media anxiety disordermenunjukkan perilaku yang mirip dengan orang kecanduan media sosial. Mereka tidak bisa lepas dari handphone untuk mengecek akunnya.

Mereka juga terobsesi pada jumlah followerslikes, dan komentar di post mereka. Jika jumlahnya tidak sesuai dengan apa yang diekspektasikan, mereka akan merasa cemas dan gelisah.

5. Body Dysmorphic Disorder(BDD)

static.psycom.net

Wah body goals banget!” komentar tersebut sering terlihat di akun media sosial public figure yang memiliki tubuh hampir sempurna. Followers mereka pun terinspirasi untuk mengikuti tips diet dan pola makannya.

Namun tidak semua orang bisa menyikapinya dengan positif. Sebagian malah semakin merasa insecure dan tidak pede dengan penampilan tubuhnya. Mereka termasuk orang-orang dengan Body Dysmorphic Disorder (BDD).

6. Munchausen syndrome

verywellmind.com

Media sosial memang tempat yang cocok untuk mencari ketenaran. Tidak jarang orang biasa yang tiba-tiba menjadi terkenal di media sosial akibat prestasi, tingkah lucu, bakat, dan lain-lain. Namun tidak dengan pengidap munchausen syndrome.

Mereka menggunakan cara yang tidak benar, yaitu dengan memalsukan kisah hidupnya. Biasanya orang dengan munchausen syndrome suka mengumbar cerita sedih hingga memalsukan penyakit. Semua dilakukan untuk mendapatkan perhatian orang lain.

7. Narcissistic Personality Disorder

cindyrivard.com

Dilansir dari Medical Xpresssebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan, termasuk mengunggah selfie dan foto diri, memiliki kaitan dengan narsisme. Ini lebih banyak ditunjukkan oleh pengguna media sosial yang menonjolkan aspek visual seperti Instagram, Facebook, dan Snapchat.

Dikutip dari sumber yang sama, Profesor Roberto Truzoli dari Milan University mengatakan bahwa penggunaan elemen visual dari media sosial bisa meningkatkan risiko narsisme.

Walaupun begitu, kita tidak bisa serta merta menyalahkan platform media sosial. Sebab mereka diciptakan untuk tujuan yang baik dan untuk memudahkan komunikasi manusia. Ini saatnya untuk introspeksi diri, apakah kita sudah menggunakan platform tersebut dengan cerdas atau belum.