Balige, mctobasa – Dengan semakin berkurangnya jumlah pengrajin tradisional penenun Ulos dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), mendapat perhatian tersendiri dari Pemerintah Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). Menyikapi kondisi tersebut pula, Bupati Tobasa melalui Sekretaris Daerah Audhy Murphy Sitorus menyebutkan, pihaknya harus segera melakukan upaya-upaya pelestarian maupun revitalisasi bagi para pengrajin tenun ATBM agar keberadaan kain tenun dan tingkat pengrajin tenun dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Salah satu upaya yang ditempuh dalam menjaga kelestariannya serta nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, Pemkab Tobasa melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tobasa dengan menggandeng CV Mangarti Jaya memberikan pembekalan kepada para pengrajin tenun ulos ATBM di wilayah tersebut, di Aula SMK N 1 Balige, Kamis (14/08).
Disebutkannya, dalam melakukan pelestarian dan revitalisasi penenun ulos tersebut, tidak hanya berorientasi pada nilai ekonomi, tetapi juga harus memperhatikan dan mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam proses pembuatan dan dalam ulos itu sendiri. Diterangkannya, zaman dahulu ulos adalah sesuatu yang sangat tinggi nilainya di dalam adat Batak, dimana Ulos diciptakan dari benang berbahan tumbuh-tumbuhan dan pewarna alami, dan dalam proses pengerjaannya dilakukan dengan tangan secara manual dan memakan waktu yang cukup lama.
Dalam perkembangan cara produksinya dan kemajuan zaman, ulos telah banyak diciptakan dengan Alat Tenun Mesin (ATM), yang berdampak pada pudarnya minat sebagai pengrajin tenun ulos ATBM, dan menurunnya penggunaan ulos ATBM yang dinilai relatif lebih mahal dan sulit didapatkan. Audy Murphy mengakui, menenun ulos bukan lagi suatu ketrampilan yang sangat diminati dan dibanggakan. “Ini menjadi perhatian serius kita, dan kita juga harapkan dukungan para pemerhati tenunan ulos ATBM”, ujar mantan Sekretaris DPRD ini.
Senada, Anggota DPRD Tobasa Monang Naipospos berharap, dengan upaya peningkatan kapasitas pengrajin tenun ulos ATBM ini, diharapkan akan berdampak para perubahan paradigma pada usaha kerajinan tenunan ulos ATBM, dimana pengrajin ini tidak menjadikan usaha kerajinan tersebut sebagai usaha sampingan, namun sebagai mata pencaharian utama dalam meningkatkan taraf hidupnya. Usaha kerajinan tenun Ulos ATBM menurutnya, harus dapat dijadikan dalam mendorong tumbuhnya ekonomi kreatif.
Sementara itu, Mangarti Sigalingging sebagai salah satu pengusaha dan pemerhati tenunan Ulos menyebutkan, nilai seni yang cukup tinggi yang terkandung dalam tenunan Ulos tersebut, menjadikan Ulos menjadi salah satu komoditi yang memiliki nilai jual secara nasional maupun internasional. Karena itu, Mangarti berharap, pemerintah dan seluruh komponen masyarakat terkait lainnya, dapat memberikan perhatian menyeluruh dalam pelestarian dan peningkatan taraf hidup para pengarjin, sehingga kelangsungan tenunan Ulos ATBM dapat dipertahankan.
Para pengrajin tenun ulos yang berasal dari Kecamatan Uluan, Porsea, Silaen, Tampahan dan Balige ini, akan dibekali dengan ketrampilan untuk mengembangkan motif tenunan ulos dan menggali kembali jenis tenunan ulos yang mulai langka dan terancam punah. Wadah tersebut juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk bertukar pikiran dan dapat untuk saling bertukar gagasan bagi seluruh pengrajin, sehingga dapat terus mengembangkan usahanya. Sementara, untuk mendorong para pengrajin untuk lebih mampu menjadikan usaha kerajinan ini sebagai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Dinas Koperasi , Perindustrian dan Perdagangan, juga memberikan pembekalan bagi para pengrajin, agar mampu menyikapi perkembangan zaman dan tidak tergilas perkembangan teknologi pertenunan. (mctobasa/sesmontb/edu).