PEMKAB TOBASA KAMPANYEKAN BAHAYA HIV/AIDS DENGAN MENGGELAR JALAN SANTAI


Balige, MC Tobasa – Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melaksanakan kampanye bahaya HIV/Aids dengan cara jalan santai mulai dari Depan SMKN 1 Balige sampai ke Bundaran Komplek monumen Pahlawan Revolusi  DI Panjaitan , hari Selasa pagi (3/12/2019).

Kegiatan ini turut dihadiri Wakil Bupati Hulman Sitorus , didampingi Asisten Pemerintahan Umum Harapan Napitupulu, Kadis Sosial Rajaipan Sinurat, Kadis Kominfo Lalo H Simanjuntak dan di ikuti peserta sebanyak 100 orang  yang berasal dari berbagai kalangan, diantaranya pelajar SMP, SMA, Mahasiswa, komite HIV, Polres Tobasa,  LSM, Dinas Kesehatan, Guru, Organisasi Pemuda, dan ASN dari  Dinas Sosial Tobasa.

Para peserta memakai Topi dan pakai kustum warna biru yang bertuliskan STOP  (Suluh Temukan Obati Pertahankan) HIV/AIDS.

Kepala Dinas Sosial Tobasa Rajaipan Sinurat menceritakan bahwa Tahun 2019 di Kabupaten Tobasa tercatat ada  220 penderita HIV/AIDS.

Jumlah tersebut sangat besar sehingga pihak Pemkab Tobasa serius menangani kasus HIV/AIDS melalui kampanye dengan slogan Stop HIV/AIDS.

Sebagai kawasan wisata tentu kasus HIV/AIDS di Tobasa akhir akhir ini perlu mendapat perhatian dari Pemkab dan masyarakat. Apalagi ditengah maraknya  cafe-cafe dan hiburan malam, ujarnya.

Pemerhati HIV/AIDS, Adha Pratiwi Sianturi sebagai Backup officer Komite HIV/AIDS HKBP  dalam orasinya  mengajak  bahwa Persoalan AIDS belum selesai. Program Gabungan PBB untuk HIV-AIDS (UNAIDS) melaporkan, 46.000 infeksi HIV baru pada 2018 di Indonesia.

Ini angka terbesar ketiga se-Wilayah Asia Pasifik. Angka kematian terkait AIDS di Indonesia pada 2018 meningkat 58 persen dari 2010, yakni dari 24.000 menjadi 38.000 kasus.

HKBP AIDS Ministry melihat bahwa paradigma masyarakat terhadap HIV-AIDS masih sebatas penyakit yang menakutkan, mematikan, aib, tabu, kutukan.

Paradigma inilah yang sering sekali menghambat upaya pencegahan HIV dan meningkatkan stigma serta diskriminasi terhadap Orang yang hidup dengan HIV –AIDS (ODHA).

Stigma dan diskriminasi merupakan ancaman yang tidak bisa dianggap remeh bagi hidup ODHA. Tidak sedikit ODHA yang dikucilkan oleh masyarakat, sulit mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan layanan umum lainnya.

ODHA yang didampingi oleh HKBP AIDS Ministry misalnya, tidak sedikit dari mereka yang kediamannya cukup jauh dari kabupaten Toba Samosir.

Jalan menuju rumah mereka rusak parah, tidak sedikit pula dari keadaan ekonomi yang sulit, namun tiap bulan mereka harus mengambil ARV  ke Rumah Sakit HKBP Balige, karena ARV masih tersedia di Kabupaten Tobasa, tepatnya di Rumah Sakit HKBP Balige.

The 2016 Political Declaration on Ending AIDS adalah upaya upaya dunia untuk menanggulangi AIDS. Komitmen ini disepakati oleh seluruh negara anggota PBB untuk mengakhiri epidemic AIDS pada 2030.

Target yang akan dicapai adalah 90-90-90 pada 2020, yaitu, 90 persen ODHA tahu mereka mengidap HIV, 90 persen ODHA mendapatkan pengobatan ARV, dan 90 persen ODHA yang melakukan terapi ARV jumlah virus dalam tubuhnya tidak terdeteksi.

Negara Indonesia tercatat sebagai negara yang terburuk keempat dalam pencapaian jumlah ODHA yang memperoleh pengobatan ARV. Indonesia hanya lebih baik dari Madagaskar, Pakistan, dan Sudan Selatan, karena capaian target tersebut hanya mencapai 57-19-1.

Lebih lanjut Adha Pratiwi Sianturi menyinggung , Bagaimana dengan Tapanuli Raya, menurut data yang berhasil dikumpulkan oleh HKBP AIDS Ministry hingga Nopember 2019, tercatat 752 kasus orang yang terinfeksi.

Jumlah ODHA yang hidup mencapai angka 400 orang lebih sedang yang aktif terapi ARV hanya setengah dari jumlah ODHA.

Hal mendasar yang menjadi penghambat upaya ending AIDS adalah, informasi HIV-AIDS yang belum merata.

Banyak masyarakat yang belum mengetahui informasi HIV, apalagi memahaminya.

Menyebarkan informasi seluas-luasnya. Tentu, HKBP AIDS Ministry tidak dapat melakukannya seorang diri.

Tema peringatan AIDS sedunia tahun ini ialah, “bersama masyarakat meraih sukses”. Tema ini menegur kita, bahwa upaya Ending AIDS adalah tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Perlu ada kebijakan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dan pimpinan gereja, agar informasi ini dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.

Misalnya, Kementerian  Pendidikan , Dinas Pendidikan mengeluarkan kebijakan untuk mewajibkan universitas, perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah untuk memberikan sosialisasi HIV-AIDS kepada mahasiswa dan siswa tahun ajaran baru.

Kebijakan lain juga dapat diambil oleh Camat agar tiap desa menerima informasi HIV-AIDS dan banyak lagi.

Persoalan AIDS belum selesai, mungkin saja karena anggota keluarga kita belum terjangkit maka kita tidak peduli.

Faktanya, AIDS adalah fenomena gunung  es, yang artinya jumlahnya yang tidak terlihat jauh lebih banyak ketimbang dengan jumlah yang terlihat.

AIDS bukan persoalan kesehatan, tetapi juga persoalan sosial. Tingginya usia produktif yang terinfeksi HIV melalui hubungan seksual yang tidak aman dan narkoba suntik, menunjukkan banyak generasi muda yang tidak memahami tugas-tugas kehidupannya.

Tidak mengetahui bagaimana menjaga dirinya, banyak generasi muda yang tidak menerima pendidikan seks dan dasar iman yang benar.

Jika saya, anda, kalian dan kita semua tidak peduli, kemana kita bawa keluarga kita? akan jadi apa desa kita? akan bagaimana gereja kita? akan bagaimana negara kita?.

Jika hari ini  kita masih menganggap pendidikan seks adalah dosa dan tabu untuk diperbincangkan, akan bagaimana gambaran masa depan negara kita.

Pada peringatan hari AIDS se-dunia kali ini, HKBP AIDS Ministry mengajak kawan semua untuk mau melihat dan mendengarkan segala seruan yang kami teriakkan.

Sampai hari ini, ketidak-ingintahuan kita mengenai informasi HIV-AIDS, membuat banyak anak tidak bisa bersekolah, bermain bersama dengan teman sebayanya.

Ketidakpedulian  kita, telah merampas banyak mimpi anak-anak yang orangtuanya meninggal oleh AIDS.

Hari AIDS se-dunia, bukanlah sekadar perayaan, ini adalah jeritan, ini adalah doa dan permohonan.

ODHA adalah bagian dari kita, HIV-AIDS bukanlah hanya persoalan milik ODHA, ini adalah milik kita.

Mari bergandeng tangan, mari menjadi bagian dari jaringan yang kita bangun untuk cita-cita ending AIDS. Mari mengasihi tanpa keberpihakan, ujarnya mengahiri.

Diakhir kampanye para peserta membagikan stiker bertuliskan Stop HIV/AIDS, Stop diskriminasi, bunga dan balon kepada para pengemudi roda dua, tiga , Mobil ,bus dan truk, sebagai bentuk solidaritas kepada pengidap HIV /AIDS ,(MC Tobasa)