Delapan belas tahun yang lalu Tomson Pardede (sekarang berusia 38 tahun) menaiki sebuah truk dari Desa Onan Borbor menuju ke Desa Pangururan di Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba Samosir. Ketika dia merasa sudah sampai di tujuan, tanpa aba-aba kepada sopir, dia melompat dari atas truk. Nahasnya, lompatan tanpa perhitungan itu harus dibayar mahal karena tumpuan kaki Tomson tidak tepat sehingga dia terjerembap ke aspal. Akibatnya, tangan dan kakinya terkelupas terkikis aspal. Untunglah kedua tangannya menopang dada dan menahan kepalanya agar tidak terbentur.
Satu bulan setelah kecelakaan itu Tomson masih bisa berjalan dan bergerak sebagaimana biasa, bahkan bekerja di ladang. Akan tetapi, mulai muncul gejala seperti rasa sakit tak tertahankan di punggung sebelah bawah.
Hari-hari berikutnya rasa sakitnya itu makin parah. Kedua kakinya sudah tidak bisa lagi direnggangkan. Langkahnya pun makin lambat. Sebuah tongkat membantunya agar tetap bergerak meskipun dia sudah total tidak dapat lagi bekerja. Dia selalu berusaha bangkit dari kesakitan yang dideritanya. “Saya tidak mau lumpuh. Saya mesti sembuh,” dia berbatin.
Ibunya, Pitta Tanjung, dengan susah payah merawat Tomson. Ayahnya sendiri sudah meninggal ketika dia masih berumur empat bulan. Selama bertahun-tahun ibunya merawat Tomson yang sama sekali sudah tidak bisa berjalan.
Dia tidak pernah meminum obat medis dan tidak pernah dibawa ke dokter. Ibunya hanya mampu membawa Tomson berobat tradisional. Dua kali seminggu ibunya harus mengambil obat ke gunung dengan menempuh empat jam perjalanan menaiki sepeda motor. Karena masalah jarak yang jauh, pengobatan alternatif itu pun terhenti.
Setelah delapan tahun merawat anaknya yang tidak kunjung sembuh dari lumpuh, Pitta Tanjung juga jatuh sakit. Dia terkena strok selama tiga tahun dan akhirnya meninggal.
Sepeninggal ibunya, tanggung jawab merawat Tomson beralih kepada anak abangnya, Jenrico Pardede (32 tahun), yang tinggal di Purbatua dan memiliki tiga orang anak. Dialah yang memberi makan dan merawat Tomson. Selama sepuluh tahun lamanya Jenrico mengurus bapauda-nya dengan sabar.
Tomson sering merenung sampai kapankah dirinya hanya terbaring di atas ranjang, kapan dia akan sembuh, dan adakah orang yang berbaik hati membantunya berobat. Rasa sakitnya makin tidak tertahankan, dan sepertinya tidak ada harapan. Matanya nanar menatapi langit-langit kamarnya sambil menunggu hari berganti hari sepanjang delapan belas tahun.
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu Tomson itu pun tiba. Pada tanggal 6 Juni 2020 Bupati Toba, Darwin Siagian, mendatangi rumahnya di Dusun Simullop, Desa Purbatua, Kecamatan Borbor, setelah Bupati mendapat informasi dari kepala desa. Bupati datang membawa satu kursi roda untuk Tomson.
Walaupun Tomson terlihat ringkih, dia tetap semringah. Tidak henti-hentinya dia menggumam mengucapkan terima kasih. Dia tidak menyangka Darwin Siagian, seorang bupati yang belum pernah dilihatnya, sudah berdiri di sampingnya untuk menyerahkan bantuan sosial tunai, kursi roda, dan uang pribadi untuknya.
“Saya tidak menyangka Bupati datang ke rumahku dan berjanji membawaku berobat ke rumah sakit,” kata Tomson Pardede dengan lirih ketika ditemui di RSUD Porsea, 9 Juni 2020. “Tuanima mamolus Bupati sian huta nami. Naburju do Bupati on, olo, naburju do Bupati on,” katanya.